Rabu, 01 Juli 2015

Manusia Dan Penderitaan

DAMPAK PSIKOLOGIS ANAK YANG DI BULLY
 Akhir-akhir ini kasus akibat kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun yang kita saksikan di layar televisi. Selain tawuran antar pelajar sebenarnya ada bentuk-bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang mungkn sudah lama terjadi di sekolah-sekolah, namun tidak mendapat perhatian, bahkan mungkin tidak dianggap sesuatu hal yang serius. Misalnya bentuk intimidasi dari teman-teman atau pemalakan, pengucilan diri dari temannya, sehingga anak jadi malas pergi ke sekolah karena merasa terancam dan takut, sehingga bisa menjadi depresi tahap ringan dan dapat mempengaruhi belajar di kelas.
1. Pengertian Bullying
Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu. Banyak definisi tentang bullying ini, terutama yang terjadi dalam school bullying. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying:
sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut
Mereka kemudian mengelompokkan bullying ke dalam 5 kategori:
A.      Kontak fisik langsung; (memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain).
B.      Kontak verbal langsung: (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme, merendahkan (put-down), mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek, menyebarkan gosip)
C.      Perlaku non-verbal langsung; (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal)
D.      Perilaku non verbal tidak langsung; (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng)
E.       Pelecehan seksual; (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).

Definisi lain tentang bullying dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya.


b.      Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersiakannya lebih kuat. Terjadinya bullying di sekolah menurut Salmivalli dan kawan-kawan merupakan proses dinamika kelompok dan di dalamnya ada pembagian peran. Peran-peran tersebut adalah bully, asisten bully, reinfocer, defender, dan outsider.
 Bullyyaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying.
 Asisten bully juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung begantung atau mengikuti perintah bully.
 Rinfocer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, mentertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya.
Defenderadalah orang-orang yang berusaha membela dan membantukorban, sering kali akhirnya mereka menjadi korban juga.
Outsideradalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melaukan apapun, seolah-olah tidak peduli
2. Mengapa Bullying?
Banyak sekali faktor penyebab mengapa seseorang berbuat bullying. Pada umumnya orang melakukan bullying karena merasa tertekan, terancam,terhina, dendam dan sebagainya. Bullying disebabkan oleh korban dari keadaan lingkungan yang membentuk kepribaiannya menjadi agresif dan kurang mampu mengendalikan emosi misalnya lingkungan rumah/keluarga yang tidak harmonis yaitu sering terjadi pertengkaran orang tua yang dilakukan di depan anak-anak, atau sering terjadi tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya,anak yang terlalu dikekang atau serba dilarang atau anak yang diakukan permisif.
Sementara itu Psikolog Clara Wriswanto dari Jagadnita Counseling mengemukakan bahwa penyebab seseorang menjadi pelaku “bullying” bisa dari berbagai faktor seperti orang tua yang terlalu memanjakan anaknya, keadaan keluarga yang berantakan sehingga diri anak tersisihkan, atau hanya karena anak tersebut meniru perilaku “bullying” dari kelompok pergaulannya serta tayangan bernuansa kekerasan di internet atau televisi.
Lingkungan sekolah juga bisa menjadi faktor penyebab anak melakukan bullying, misalnya guru yang berbuat kasar kepada siswa, guru yang kurang memperhatikan kondisi anak baik dalam sosial ekonomi maupun dalam prestasi anak atau perilaku sehari hari anak di kelas atau di luar kelas bagaimana dia bergaul dengan teman-temannya. Teman yang sering meledek dan mengolok-olok,menghina, mengejek dan sebagainya. Faktor lain yang berpengaruh cukup kuat terhadap anak untuk berbuat bullying yaitu adanya tayangan televisi yang sering mempertontonkan kekerasan.
 3. Dampak Bullying
Menurut Psikolog Ratna Juwita dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, siswa korban “bulliyng” akan mengalami permasalahan kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain dan jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bullying) ketinggalan pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa hal yang bisa menjadi indikasi awal bahwa anak mungkin sedang mengalami “bullying” di sekolah antara lain; kesulitan untuk tidur, mengompol di tempat tidur, mengeluh sakit kepala atau perut, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, takut pergi ke sekolah, sering perg ke UKS, menangis sebelum atau sesudah bersekolah, tidak tertari pada aktivitas sosial yang melbatka murid lain, sering mengeluh sakit sebelum pergi ke sekolah, sering mengeluh sakit pada gurunya, dan ingin orang tua ingin segera menjemput pulang, perubahan drastis pada skap, cara berpakaian, atau kebiasaannya.
Beberapa dampak fisik yang biasanya timbul adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, bibir pecah-pecah dan sakit dada.  Dampak psikologis yaitu menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-beeing). Dari penelitian Riauskima dkk mengemukakan ketika mengalami bullying korban merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan,takut, malu dan sedih).Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri dan gejala-gejala gangguan stres pasca trauma (post trumatic stress disoder). Anak yang menjadi korban bullying atau tindakan kekerasan fisik, verbal ataupun psikologis di sekolah akan mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menyebabkan gangguan mental di masa yang akan datang. Gejala-gejala kelainan mental yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak secara umum terbukti anak tumbuh menjadi orang yang pencemas, sulit berko sentrasi, mudah gugup dan takut, hingga tak bisa bicara. Beberapa hal yang menjadi tanda-tanda anak korban bullying :
Kesulitan dalam bergaul
Merasa takut datang ke sekolah sehingga sering bolos
Ketinggalan pelajaran
Mengalam keulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran
Kesehatan fisik dan mental (jangka pendek/jangka panjang) akan terpengaruh

4. Cara Mengatasi Bullying
Pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullyingmenghimbau para orang tua untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Ajarkan anak untuk memliki rasa empati, menghargai orang lain, dan menyadarkan sang anak bahwa dirinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Menurut Ratna mendesak pemerintah agar memiliki program yang tegas, jelas dan terarah, kalau kita diam saja, maka itu sama saja dengan melegalkan tradisi dendam di sekolah tersebut. Dan merupakan bahaya laten yang akan kerap menghantui para siswa sekolah, baik pada generasi ini, dan pada generasi mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Ratna Djuwita, (2007).Bullying: Kekerasan Terselubung di Sekolah.
http://www.anakku.net, 16 Desember 2007. Sarie Fabriane, (2007).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar